dika blog

dika blog
subhanallah

Total Tayangan Halaman

Minggu, 21 Maret 2010

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surat Al- Hujurat Ayat 11-13

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surat Al- Hujurat Ayat 11-13
Oleh : ANdika Saputra, S.Pd.I

Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat dan yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus dimaknai secara rinci, karena itu keberadaan referensi atau sumber pendidikan Islam harus merupakan sumber utama Islam itu sendiri, yaitu al-Qur.an dan al-Sunnah.
Surat al-Hujurat ayat 11-13 memiliki makna yang luas dan mendalam, membahas tentang akhlak sesama kaum Muslim khususnya. Ayat ini dapat dijadikan pedoman agar terciptanya sebuah kehidupan yang harmonis, tentram dan damai. Sebagai makhluk sosial setiap manusia tentu tidak ingin haknya tergganggu. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya bagaimana memahami agar hak (kehormatan diri) setiap orang tidak tergganggu sehingga tercipta kehidupan masyarakat harmonis.
Seperti yang telah penulis jelaskan pada bab sebelumnya bahwa surat al- Hujurat ayat 11-13 ini merupakan di antara sekian banyak surat yang membicarakan nilai-nilai pendidikan akhlak. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Menjunjung Kehormatan Kaum Muslimin
Pendidikan menjujung kehormatan kaum Muslimin terdapat dalam firman-Nya:
                                          
"Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok); dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) terhadap wanita-wanita lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (mengolokolokkan); dan janganlah kamu mengejek dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar buruk.
(QS Al-Hujurat [49]: 11)

Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak hanya memerintahkan untuk menjunjung kehormatan/nama baik kaum Muslimin. Akan tetapi dijelaskan pula cara menjaga nama baik/menjunjung kehormatan kaum Muslimin tersebut.
Seorang Muslim mempunyai hak atas saudaranya sesama Muslim, bahkan dia mempunyai hak yang bermacam-macam, hal ini telah banyak dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam banyak tempat. .Mengingat bahwa orang Muslim terhadap muslim lainnya adalah bersaudara, bagaikan satu tubuh yang bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur . Oleh karena itu, sangatlah rasional apabila sesama Muslim harus menjaga kehormatan orang lain dan saling menolong (dalam hal kebaikan) apabila ada saudaranya yang membutuhkan bantuan.
Seseorang yang mengolok-olok saudaranya, menghina diri sendiri dan memberikan panggilan yang buruk berarti ia telah merendahkan orang tersebut dan sekaligus tidak menjunjung kehormatan kaum Muslimin. Sedangkan menjunjung kehormatan kaum Muslimin merupakan kewajiban setiap umat. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah sabda Nabi Muhammad SAW.
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قل رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : المسلم اخو المسلم لا يخونه ولايكذبه ولا يخدله كلّ المسلم عل المسلم حرام عرضه و ماله ودامه التقوى ههنا بحسب امرئ من الشرّ ان يحقر اخاه المسلم ( رواه الترمذى وقال : حديث حسن )

"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasulallah SAW bersabda, .Sesama Muslim adalah bersaudara. Sesama Muslim tidak boleh menghianati, mendustai, dan menghinakannya. Sesama Muslim haram mengganggu kehormatan, harta, dan darahnya. Takwa itu ada di sini (sambil menunjuk dadanya). Seseorang cukup dianggap jahat apabila ia menghina saudaranya yang Muslim. ( Diriwayatkan Timidzi dan ia berkata, .Hadis ini Hasan )

Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa mengolok-olok orang lain adalah
haram hukumnya, siapa saja yang melakukannya maka ia akan mendapat dosa yang setimpal atas kesalahannya tersebut. Sikap mengolok-olok timbul karena adanya anggapan bahwa dirinya merasa lebih baik dari pada orang lain, dan menilai seseorang hanya berdasarkan lahirnya saja. Padahal ada kemungkinan seseorang yang tampak mengerjakan amal kebaikan, sementara di dalam hatinya nampak sifat yang tercela, sebaliknya ada kemungkinan seseorang yang kelihatan melakukan yang perbuatan yang buruk padahal Allah SWT melihat dalam hatinya ada penyesalan yang besar serta mendorong dirinya untuk segera bertaubat atas dosa yang pernah dilakukannya. Maka dari itu, amal yang nampak dari luar hanyalah merupakan tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai kepada tingkat meyakinkan.
Islam telah menjaga kehormatan setiap orang dari perkataan yang tidak disukainya dan disebutkan, baik orang itu hadir atau ketika dia tidak ada, meskipun pernyataan itu sesuai kenyataan. Maka bagaimana lagi jika perkataan itu mengada-ngada dan tidak ada dasarnya? Dengan demikian, perkataan itu merupakan kesalahan besar dan dosa besar.
Jenis pelanggaran yang paling berat terhadap kehormatan ialah menuduh wanita wanita mukminah yang senantiasa menjaga kehormatannya dengan tuduhan melakukan perbuatan keji. Karena tuduhan tersebut akan membawa bahaya besar kalau mereka mendengarnya dan didengar pula oleh keluarganya, juga akan membahayakan masa depan wanita tersebut. Lebih-lebih kalau hal itu didengar oleh orang-orang yang suka menyebarluaskan kejahatan di tengahtengah kaum mukminin .
Terkait dengan tajassus dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda:
عن ابن عبّاس رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله و سلّم "من تسمّع حديث قوم وهم لهم كارهون صبّ اذنيه الأ نك يوم القيمة" يعنى الرّصاص ( راوه البخارى )

Dari Ibnu Abbas, ra., ia berkata: .Siapa saja yang mendengarkan perkataan suatu kau, padahal mereka membenci dia, maka akan dialirkan kepada dua kupingnya cairan timah kelak di hari kiamat. ( HR Bukhari )

Apabila ia menyebarkan pembicaraan itu tanpa sepengetahuan mereka untuk menimbulkan mudhorot terhadapnya, maka di samping dosa mengintip ia telah menambah dosa lain dengan masuknya ke dalam golongan orang yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW:
عن عمّام بن الحارث قال : كنّا جلوسا مع خذيفة فى المسجد فجاء رجل, حتّى جلس الينا.فقيل لخذيفة : انّ هذا يرفع الى السلطن اشياء, فقال خذيفة :ارادة عن يسمعه, سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلّم يقول : لا يدخل الجنّة قتّات ( رواه ال مسلم )

Dari Hammam bin harits, ia berkata, kami sedang duduk bersama Khudzaifah di masjid, kemudian datang seseorang lalu duduk di samping kami, dikatakan kepada Khudzaifah, hal ini disampaikan kepada raja, Khudzaifah berkata, akau ingin mendengar Rasulallah SAW, Rasulallah SAW bersabda, Tidak masuk syurga tukang adu domba (penyebar fitnah) . ( HR Muslim )
.
Adapun ghibah adalah menyebut seorang Muslim dengan sesuatu yang ada padanya dan itu tidak disukainya, baik cacat di badannya, agama, dunia, akhlak dan sifat kejadiannya. Bentuknya bermacam-macam antara lain, dengan menyebut .aibnya, atau meniru tingkah lakunya dengan maksud mengejek.
Seseorang yang hadir di tempat yang sedang melakukan ghibah wajib mengingkari kemungkaran itu dan membela saudaranya yang dipergunjingkan, karena Nabi SAW telah menorong melakukan yang demikian dalam sabadanya:
عن هبى الدرداء رضى الله عنه عن النبى صلى اللهعليه و سلّم "من ردّ عن عرض اخيه بالغيب ردّ الله عن وجهه النّار يوم القيمة
( رواه الترمذى و حسنه )
.Siapa yang menonlak (mempertahankan) kehormatan saudaranya, maka Allah akan menghalangi wajah orang itu dari sengatan neraka pada hari kiamat . (HR Turmudzi dan ia menghasankannya )

Setiap orang wajib membela kehormatan dirinya, apabila hak kehormatan
terganggu ia wajib mempertahankan sesuai kemampuannya masing-masing. Islam telah menjaga kehormatan setiap orang dari perkataan yang tidak disukainya dan disebutkan ketika dia tidak ada, meskipun perkataan itu sesuai kenyataan. Dengan demikian perbuatan ini merupakan kesalahan dan dosa besar7. Adapun langkah strategis yang dapat dilakukan seseorang untuk menjunjung kehormatan kaum Muslimin adalah dengan cara:
1. Tidak mengolok-olok.
2. Tidak mencela dirinya sendiri.
3. Tidak memberikan panggilan yang tidak disenanginya.
2. Nilai Pendidikan Taubat
Pendidikan taubat ini terdapat dalam firman-Nya yang berbunyi:
وَ مَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَاِحًا فَاِنَّه يَتٌوْبُ اِلَى اللهِ مَتَابًا

Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amalan saleh maka sesungguhnya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. ( QS. Al-Furqan : 71 )

Taubat bearti penyesalan atau menyesal karena telah melakukan suatu kesalahan dengan jalan berjanji sepenuh hati tidak akan lagi melakukan dosa atau kesalahan yang sama dan kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Taubat adalah awal atau permulaan di dalam hidup seseorang yang telah memantapkan diri untuk berjalan di jalan Allah (suluk). Taubat merupakan akar, modal atau pokok pangkal bagi orang-orang yang berhasil meraih kemenangan .
Seseorang yang telah berbuat dosa atau kesalahan sudah menjadi kewajiban baginya agar segera kembali (taubat) kepada Allah SWT, sehingga ia tidak bergelimang secara terus menerus dalam jurang kemaksiatan, yang akan membuatnya semakin jauh dari rahmat Allah SWT. Dengan kembali kepada Allah SWT diharapkan ia menjadi orang yang semakin dekat dengan sang khaliq.
Taubat haruslah dilakukan baik ketika seseorang itu, berbuat dosa besar maupun kecil. Karena dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus dan tidak segera diimbangi dengan taubat kepada Allah SWT, maka dosa atau kesalahan tersebut akan menumpuk menjadi dosa yang besar. Taubat itu merupakan kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk direalisasikan. Untuk mengetahui apakah seseorang itu telah benar-benar bertaubat atau belum, dapat dilihat dari ucapan, sikap dan tingkah laku orang tersebut setelah dirinya menyatakan bertaubat. Jika ia benar-benar bertaubat maka harus ada perubahan dalam hal-hal tersebut menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
                    
Sesungguhnya Taubat di sisi Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan[277], yang Kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.( QS. An-Nisa' (4) 17 )

Syarat-syarat taubat:
Para ulama mengemukakan ada beberapa persyaratan bagi diterimanya taubat:
1. Adanya penyesalan karena telah melakukan dosa. Bahkan Rasulallah sendiri menganggap penyesalan adalah sebagai bentuk dari taubat itu sendiri. Seperti dalam sabdanya; penyesalan adalah taubat.
2. Melakukan langkah kongkrit untuk melepaskan diri dari perbuatan dosa, seperti menghindari dari segala sesuatu yang dapat menyeretnya kembali kepada perbuatan dosa.
3. Memiliki keinginan kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa pada kesempatan yang lain. Orang yang benar-benar bertaubat tidak mungkin melakukan kesalahan yang sama.
4. Mengembalikan hak-hak orang lain yang pernah dirampasnya, sebagai bentuk pertaubatan. Jika hak orang lain yang pernah dirampasnya masih ada, dan memungkinkan untuk dikembalikan maka ia harus mengembalikannya. Namun jika tidak, maka ia harus meminta kerelaannya.
5. Adanya perubahan nyata dalam ucapan dan perbuatan seseorang yang menyatakan bertaubat, dari yang tercela menuju yang terpuji.
Menurut Ibnu Qayyim untuk mengetahui apakah taubat seseorang diterima atau tidak dapat dilihat pada hal-hal berikut ini:
1. Seorang hamba lebih baik dari pada sebelumnya.
2. Hamba yang bertaubat terus diselimuti rasa takut terhadap dosanya dan tidak pernah merasa aman dari siksa Allah sekejap matapun.
3. Terbebasnya hati dari ikatan dosa tersebut, karena penyesalan dan rasa takutnya.
4. Di antara tuntutan taubat yang benar adalah adanya kelembutan hati yang khusus, yang tidak serupa dengan kelembutan yang manapun, kelembutan hati orang yang bertaubat dengan kelembutan yang sempurna, meliputi segala sisinya, sehingga menyebabkan dirinya tertunduk di hadapan Allah dalam kedaan pasrah dan penuh kekhusyuan. Orang-orang yang melakukan taubat dengan sungguh-sungguh, kemudian Allah SWT menerima taubatnya maka orang tersebut diibaratkan seperti orang yang tidak berdosa.

2. Nilai Pendidikan Husnudh dhan (Positif Thinking)

Larangan berburuk sangka terdapat dalam firman-Nya yang berbunyi:
                            •   •    

Berburuk sangka merupakan akhlak tercela dan pelakunya akan mendapat dosa, oleh karenanya harus ditinggalkan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berfikir positif khususnya bagi orang yang berkpribadian mulia. Dengan demikian husnudhdhan (positif thinking) haruslah dibiasakan agar kita menjadi pribadi yang unggul. Rasulallah SAW dalam sebuah sabdanya menegaskan bahwa umat Muslim harus menjauhi sifat buruk sangka yang tidak memiliki dasar yang bisa dipertanggungjawabkan.
حديث ابى هريرة رضى الله عنه انّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم :ايّاكم و الظنّ فانّ الظنّ اكذب الحديث ولا تحسّسوا ولا تجسّسوا ولا تناجسّسوا ولا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تدابروا وكونوا عباد الله اخوانا
( اخرجه البخارى فى كتاب الأدب )

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulallah SAW. bersabda, berhati-hatilah kalian dari buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita (berita; Janganlah menyelidiki; jangan memata-matai (mengamati) hal orang lain, jangan hasut-menghasut; jangan benci-membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba Allah itu saudara. ( HR Bukhari )

Buruk sangka adalah menyangka seseorang berbuat kejelekan atau menganggap jelek tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang memperkuat sangkaannya. Buruk sangka seperti dinyatakan dalam hadits di atas sebagai sedusta-dustanya perkataan. Orang yang telah berburuk sangka terhadap orang lain berarti telah menganggap jelek kepadanya padahal ia tidak memiliki dasar sama sekali. Buruk sangka akan mengganggu hubungannya dengan orang yang dituduh jelek, padahal orang tersebut belum tentu sejelek persangkaannya.
Buruk sangka dalam masalah akidah adalah haram hukumnya. Oleh karena itu, tidak benar jika keimanan kepada Allah SWT hanya berdasarkan dugaan semata. Bila dicermati salah satu penyebab orang-orang terdahulu tersesat adalah karena mereka tidak yakin dengan keimanan kepada Allah SWT.

3. Pendidikan Ta’aruf (Saling Mengenal)
Pendidikan ta’aruf ini terdapat dalam firman-Nya:
 ••           •      •    

Maha suci Dzat yang telah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, padahal pada awalnya manusia berasal dari sumber yang sama yaitu Adam dan Hawa. Dengan kekuasaan dan kehendaknya terlahir manusia yang berbeda ras dan warna kulit, dan sudah menjadi sunah-Nya bahwa segala yang diciptakannya tidak sia-sia. Perbedaan semua itu adalah agar semua manusia satu sama lain melakukan ta.aruf (saling mengenal). Karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bermasyarakat dan bantuan orang lain. Dengan ta.aruf pula rasa saling menyayangi akan timbul di antara sesama.
Ayat tersebut semakin menegaskan bahwa diciptakannya manusia berbangsabangsa, bersuku-suku adalah untuk saling mengenal, bekerja sama (dalam kebaikan) sekaligus menafikan sifat kesombongan dan berbangga-bangga yang disebabkan oleh bedanya nasab (keturunan). .Ayat ini juga dapat dipahami bahwa diciptakannya manusia untuk mengenal Tuhannya .
Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis tidak cukup hanya dengan ta.aruf (saling mengenal), akan tetapi harus dibina dan dipupuk dengan subur melalui upaya yang dapat membuat hubungan di antara manusia dapat bertahan lama. Upaya ini dikenal dengan istilah silaturrahim. Silaturrahim artinya menyambungkan tali persaudaraan. Silaturrahim merupakan ajaran yang harus senantiasa dipupuk agar bisa tumbuh dengan subur. Selain itu, silaturrahim memiliki nilai yang luas dan mendalam, yang tidak hanya sekedar menyambungkan tali persaudaraan, lebih daripada itu, silaturrahim juga bias dijadikan sebagai sarana untuk mempermudah datangnya sebuah rezeki. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang berbunyi:
حديث انس ابن مالك رضى الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلّم يقول : منسرّه ان يبسط له رزقه و ان ينساله فى اتره فليصل رحمه
( اخرجه البخارى فى كتاب البيوع )

Anas bin Malik r.a berkata, Saya telah mendengar Rasulallah SAW bersabda, .Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan famili (kerabat) . ( HR Bukhari )

Hadits di atas kalau dicermati dengan seksama sangatlah logis, orang yang selalu bersilaturrahim tentunya akan memiliki banyak teman relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu faktor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha/berbisnis. Selain itu dengan banyak teman, akan memperbanyak saudara dan berarti pula telah berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, hal ini karena telah melaksanakan salah satu perintahnya yang menyambungkan tali silaturrahim.
Silaturrahim merupakan sifat terpuji yang harus senantiasa dibiasakan, karena memiliki banyak manfaat. Menurut al-Faqih abu Laits Samarqandi seperti dikutip Rahmat Syafi.i keuntungan bersilaturrahim ada sepuluh, yaitu:
1. Memperoleh ridha Allah SWT karena Dia yang memerintahkannya.
2. Membuat gembira orang lain.
3. Menyebabkan pelakunya menjadi disukai malaikat.
4. Mendatangkan pujian kaum Muslimin padanya.
5. Membuat marah iblis.
6. Memanjangkan usia.
7. Menambah barakah rezekinya.
8. Membuat senang kaum kerabat yang telah meninggal, karena mereka
9. senang jika anak cucunya selalu bersilaturrahim,Memupuk rasa kasih sayang di antara keluarga/famili sehingga timbul semangat saling membantu ketika berhajat.
10. Menambah pahala sesudah pelakunya meninggal karena ia akan selalu dikenang, dan didoakan karena kebaikannya .
Apalagi bila mereka menyadari bahwa mereka yang memutuskan silaturrahim, diancam tidak akan mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat, yaitu mereka tidak masuk surga. Rasulallah SAW bersabda:
عن ابى محمّد جبير بن مطعم رضى الله عنه انّ رسول الله صلى الله عليه و سلّم قال : لا يدخل الجنّة قاطع, قال سفيان : و فى رواية : يعنى قاطع الرّحم ( متفق عليه )

Dari Abu Muhammad (Jubair) bin Muth.in ra., bahwa Rasulallah SAW bersabda, tidak akan masuk surga orang yang pemutus (hubungan famili). Abu Sufyan berkata, .yakni pemutus hubungan famili (silaturrahim).
( HR Bukhari dan Muslim )

Menurut Imam Nawawi, persengketaan harus diakhiri pada hari ketiga, tidak boleh lebih. Menurut sebagaian ulama, di antara sebab Islam membolehkan adanya persengketaan selama tiga hari karena dalam jiwa manusia terdapat amarah dan akhlak jelek yang tidak dapat dikuasainya ketika bertengkar atau dalam keadaan marah. Waktu tiga hari diharapkan akan menghilangkan perasaan tersebut.



4. Nilai Pendidikan Egaliter (Persamaan Derajat)
Pendidikan persamaan derajat ini terdapat dalam firman-Nya:
 •      •    
Ketakwaan merupakan tolok ukur untuk membedakakan apakah derajat seseorang itu mulia atau tidak. Tolok ukur yang digunakan manusia selama ini seperti melimpahnya materi dan kedudukan bukanlah tolok ukur yang sebenarnya. Dengan demikian, kedudukan manusia itu semuanya sama, kecuali taqwanya. Salah satu sendi ajaran Islam yang paling agung adalah prinsip persamaan hak yang telah disyariatkan bagi umat manusia. Semua manusia sama dalam pandangan Islam. Tidak ada perbedaan antara yang hitam dan yang putih, antara kuning dan merah, kaya dan miskin raja dan rakyat, pemimpin dan yang dipimpin. Oleh karenanya tidaklah tepat kalau di antara manusia terjadi kesombongan disebabkan karena bedanya pangkat maupun keturunannya. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa dan yang paling banyak amal kebaikannya. Rasulallah SAW menegaskan prinsip persamaan hak ini dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, seperti tercermin dalam sabdanya:
و حكى الثعلبى عن ابن عبّاس رضى الله عنهما انّ سببها قول ثابت بن قيس لرجل لم يمسح مه عند النّبى صلّى الله عليه و سلّم يا ابن فلانه فوبّخه النّبى صلّى الله عليه و سلّم و قال له : انّك لاتفضل احدا الاّ فى الدّين و التّقوى" ذكره الواحدى فى اسباب النزول بغير سند ( رواه الطبرانى )

Dikabarkan dari Tsa.labi dari Ibnu Abbas r.a adapun sebab perkataan Tsabit bin Qais kepada seseorang yang tidak melapangkan tempat duduk di sisi Nabi SAW, hai fulan! Kemudian Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Engkau tidak ada kelebihan antara satu dengan lainnya kecuali dalam agama dan takwa. ( HR Thabrani )

Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya, mengukuhkan adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan kehidupan dan hak asasi mereka, dan kedudukan mereka di hadapan hukum adalah sama. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari yang lain di hadapan hukum, kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan perbuatan dosa dan pelanggaran. Adapun bentuk dari pelaksanaan persamaan hak itu antara lain ialah penerapan hukum bagi pelaku kejahatan tanpa membeda-bedakan status sosial pelakunya.
Kalau dicermati lebih jauh, bahwa salah satu penyebab kemunduran suatu bangsa adalah karena penegakkan hukum belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, dalam hal ini sering kali orang dipandang berdasarkan status sosialnya. Rasulallah SAW adalah pribadi yang paling tegas dalam menegakkan keadilan, hal ini tercermin dari dari sebuah peristiwa ketika pada masa itu terjadi sebuah pencurian, beliau mengatakan seandainya yang mencuri itu adalah Fatimah maka akulah yang akan memotong tangannya. Oleh karena itu, jika suatu bangsa mengharapkan negara yang makmur, aman dan sejahtera maka salah satu cara yang perlu dilakukan adalah dengan menegakkan prinsip keadilan, dan menghukumnya bagi yang melanggar peraturan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan semua orang adalah sama, artinya siapa yang melakukan kesalahan maka baginya pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan tidak memandang latar belakang dan jabatan yang disandangnya, karena hanya ketakwaan yang membedakan antara yang satu dengan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar