dika blog

dika blog
subhanallah

Total Tayangan Halaman

Minggu, 21 Maret 2010

tafsir surat al-hujarat ayat 11-13

Pendapat Mufassirin Tentang Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surat Al-Hujarat Ayat 11-13
Oleh : Andika Saputra, S.Pd.I

Surat al-Hujurat berisi pentunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin terhadap Allah SWT, terhadap Nabi dan orang yang menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya, yaitu orang fasik. Pada pembahasan ini dijelaskan apa yang harus dilakukan seorang mukmin terhadap sesamanya dan manusia secara keseluruhan, demi terciptanya sebuah perdamaian. Adapun etika yang diusung untuk menciptakan sebuah perdamaian dan menghindari pertikaian yaitu menjauhi sikap mengolok-olok, mengejek diri sendiri, saling memberi panggilan yang buruk, suudhdhan, tajassus, ghibah, serta tidak boleh bersikap sombong dan saling membanggakan diri karena derajat manusia di hadapan Allah SWT sama.
Surat yang tidak lebih dari 18 ayat ini termasuk surat Madaniah, ia merupakan surah yang agung dan besar, yang mengandung aneka hakikat akidah dan syariah yang penting; mengandung hakikat wujud dan kemanusiaan. Hakikat ini merupakan cakrawala yang luas dan jangkauan yang jauh bagi akal dan kalbu. Juga menimbulkan pikiran yang dalam dan konsep yang penting bagi jiwa dan nalar. Hakikat itu meliputi berbagai manhaj (cara) penciptaan, penataan, kaidah-kaidah pendidikan dan pembinaan. Padahal jumlah ayatnya kurang dari ratusan.

Berikut ini adalah bunyi lengkap surat Al-Hujarat ayat 11-13 :
                                                                       •   •      ••           •      •    
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.(11)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(12)

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (13 )

Untuk lebih memahami kandungan surat al-Hujurat ayat 11-13, penulis akan mengemukakan pendapat mufassirin, sebagai berikut:
        ...

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain. .Kata ( يسخر) yaskhar / memperolok-olokkan ialah menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan atau tingkah laku. Allah SWT, melarang hamba-Nya mengejek dan menghina orang lain dan larangan ini di arahkan kepada laki-laki dan permpuan.
Hamka didalam kitabnya Tafsir Al-Azhar mengemukakan sebagai berikut:
Ayat ini ( pangkal ayat 1 ) akan menjadi peringatan dan nasehat sopan santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman.Itu pula sebabnya janganlah mempeeolok-olok kaum yang lain. Mengolok-olok, mengejek, menghina, merendahkan dan seumpamanya, janganlah semua itu terjadi dalam kalangan orang yang beriman; boleh jadi mereka yang diperolok-olok lebih baik dari mereka yang memperolok-olok. Inilah peringatan yang halus dan tepat sekali deari Tuhan.Mengolok-olok tidaklah layak dilakukan kalau orang merasa dirinya orang yang beriman.

Sayyid Quthub didalam kitabnya Fi Zilaili Quran menjelaskan sebagai berikut :
Melalui ayat 11 surat Al-Hujarat, Al-Quran memberitahukan etika tersebut melalui panggilan kesayangan Hai orang-orang yang beriman . Allah melarang suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, sebab boleh jadi kaum yang di olok-olok itu lebih mulia dalam pandangan Allah dari pada kaum yang mengolok-olok.

Ahmad Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan :

Kata السخرية yang berarti Mengolok-olok, menyebut-nyebut aib dan kekurangan-kekurangan orang lain dengan cara menimbulkan taqwa. Orang mengatakan sakhira bihi dan sakhira minhu (mengolok-olokkan). Dhahika bihi dan dhahika minhu (menertawakan dia). Adapun isim masdarnya As-sukhriyah dan As-sikhriyah (huruf sin di dhamahkan atau dikasrah). Sukhriyah bisa juga terjadi dengan meniru perkataan atau perbuatan atau dengan menggunakan isyarat atau menertawakan perkataan orang yang diolokkan apabila ia keliru perkataanya terhadap perbuatannya atau rupanya yang buruk.

Kata ( قوم ) qaum merupakan kata yang menunjukan arti jamak dari sekumpulan laki-laki, tidak untuk perempuan dan tidak pula untuk anak-anak. Kata qaum biasa digunakan untuk menunjuk sekelompok manusia. Bahasa menggunakannya pertama kali untuk kelompok laki-laki saja, karena ayat di atas menyebut pula secara khusus wanita.
Menurut M. Quraish Shihab seperti dikutip Abuddin Nata, kata kaum berasal dari kata qama, yaqumu qiyam yang berarti berdiri atau bangkit. Kata qaum agaknya dipergunakan untuk menunjukkan sekumpulan manusia yang bangkit untuk berperang membela sesuatu.

Islam menginginkan masyarakat unggul berdasarkan petunjuk al-Qur.an yaitu masyarakat yang memiliki etika yang luhur. Pada masyarakat itu setiap individu memimiliki kehormatan yang tidak boleh disentuh. Ia merupakan kehormatan kolektif. Mengolok-olok individu manapun berarti mengolok-olok pribadi umat. Sebab seluruh jamaah itu satu dan kehormatannya pun satu.
Dengan demikian jelaslah bahwa mengolok-olok itu hukumnya haram karena bisa memutuskan persaudaraan, menimbulkan perselisihan dan permusuhan.
...              ...
Boleh jadi mereka yang diolok-olok (dalam pandangan Allah) itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. Barang kali orang yang berambut kusut penuh debu tidak punya apa-apa dan tidak dipedulikan, sekirannya ia bersumpah dengan menyebut nama Allah Ta.ala, maka Allah mengabulkannya. Maka seyogianyalah agar tidak seorang pun yang berani mengolok-olok orang lain yang ia pandang hina karena keadaannya compangcamping, atau karena ia cacat pada tubuhnya atau karena ia tidak lancer berbicara. Karena ia barangkali lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih hatinya dari pada orang yang sifatnya tidak seperti itu. Karena dengan demikian berarti ia menganiaya diri sendiri dengan menghina orang lain yang dihormati oleh Allah Ta.ala.

Hamka didalam tafsirnya menyebutkan bahwa “dari larangan ini nampaklah dengan jelas bahwasanya orang-orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kehilafan orang lain, niscaya ia lupa akan kesalahan dan kealpaan yang ada pada dirinya.
Oleh karena itu, Allah menyebutkan kata jamak dalam ayat tersebut, karena kebanyakan mengolok-olok itu dilakukan di tengah orang banyak, sehingga sekian banyak orang enak saja mengolok-olokkan, sementara di pihak lain banyak pula yang sakit hati.
...      ...
Dan janganlah mengejek diri kamu sendiri. Kata ( تلمزوا ) talmizu terambil dari kata) ( اللمز ) al-lamz) Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini. Ibn Asyur misalnya memahaminya dalam arti, ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman. Ini adalah salah satu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan.

M.Quraish Shihah menjelskan ayat di atas sebagai berikut :

Kata (تنابزوا ) terambil dari kata (النبز ) an-Nabz yakni gelar buruk. At-tanabu adalah saling memberi gelar buruk. Larangan ini menggunakan bentuk yan mengandung makna timbal balik, berbeda dengan al-lamz pada penggala sebelumnya. Ini bukan saja at-tanabuz lebih banyak terjadi dari al-lamz, tetap juga karena gelar buruk biasanya disampaikan secara terang-terangan dengan memanggil yang bersangkutan. Hal ini mengundang siapa yang tersinggung dengan panggilan buruk itu, membalas dengan memanggil yang memanggilnya pula dengan gelar buruk, sehingga terjadi tanabuz.

Orang yang dipanggil dengan gelar buruk, maka orang tersebut akan meras terhina da ternodai kehormatannya, sedangkan memelihara kehormatan orang lain adalah diwajibkan. Oleh karena itu, janganlah memanggil orang lain denga gelar buruk yang menyebabkan orang yang bersangkutan tidak suka dengan panggilan tersebut.
Tindakan seperti ini jelas dilarang dalam Islam. Karena, di antara kesantunan seorang mukmin ialah dia tidak menyakiti saudaranya dengan hal semacam ini. Rasulallah telah mengubah beberapa nama dan panggilan yang dimiliki orang sejak zaman jahiliyah, karena nama atau panggilan itu menyinggung dan mencela perasaannya yang lembut dan hatinya yang mulia.
Memperkenalkan seseorang dengan sebutan si pemabuk atau pencopet dan lain-lain adalah bentuk panggilan yang menyakitkan. Orang yang sudah bertaubat dengan taubatan nashuha, haruslah dipanggil dengan panggilan yang menyenangkan baginya dan tidak menyinggung perasaannya.
Perlu dicatat bahwa apabila orang yang diberi gelar buruk itu tidak keberatan, maka panggilan tersebut dapat ditoleransi oleh agama. Misalnya Abu Hurairah yang nama aslinya adalah Abdurrahman Ibn Shakhr, atau Abu Turab untuk Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib. Bahkan al-.Araj (si pincang) untuk perawi hadits kenamaan Abdurrahman Ibn Hurmuz, dan al-A.masy (si Rabun) bagi Sulaiman Ibn Mahran dan lain-lain. Adapun gelar-gelar yang mengandung penghormatan itu tidak dilarang seperti sebutan kepada Abu Bakar dengan as Shidiq. Kepada Umar dengan al-Faruq, kepada Utsman dengan sebutan Zun Nurain dan kepada Ali Abu Turab serta kepada Khalid bin Walid dengan sebutan Saifullah (pedang Allah).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang Muslim tidak boleh memanggil saudaranya dengan gelar-gelar yang tidak disukai terlebih lagi sampai menyakitkan perasaannya.
...     ...
Seburuk-buruk panggilan ialah kefasikan sesudah iman.

Kata ( الأسم ) al-ism yang dimaksud oleh ayat ini bukan dalam arti nama, tetapi sebutan. Dengan demikian ayat di atas bagaikan menyatakan: .Seburuk-buruk sebutan adalah menyebut seseorang dengan sebutan yang mengandung makna kefasikan setelah ia disifati dengan sifat keimanan.. Ini karena keimanan bertentangan dengan kefasikan. Ada juga yang memahami kata al-ism dalam arti tanda, dan jika demikian ayat ini berarti: .Seburuk-buruk tanda pengenalan yang disandangkan kepada seseorang setelah ia beriman adalah memperkenalkannya dengan perbuatan dosa yang pernah dilakukannya.Misalnya dengan memperkenalkan seseorang dengan sebutan si Pembobol Bank atau Pencuri dan lain-lain.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ajaran Islam melarang kepada setiap umatnya untuk mengungkit kembali kesalahan yang pernah dilakukannya, hal ini bisa menyebabkan pelakunya tersakiti padahal ia telah bertaubat untuk meninggalkan perbuatan tercelanya di masa lampau. Bahkan sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk senantiasa mendoakan saudaranya agar ia tetap berada di jalan yang diridhai Allah SWT, bukan malah memanggilnya dengan penggilan yang menyakitkan.
...     
Siapa saja yang tidak bertaubat bahkan terus menerus mengolok-olok orang lain, mengejek diri kamu sendiri serta memanggil orang lain dengan panggilan yang buruk. maka mereka itu dicap oleh Allah SWT sebagai orang-orang yang dhalim yakni mereka yang menimpakan hukum Allah terhadap diri mereka sendiri karena kemaksiatan mereka terhadap-Nya. Dan pasti akan menerima konsekuensinya berupa azab dari Allah pada hari kiamat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayat 11 surat al-Hujurat ini mengandung larangan khususnya bagi kaum mukminin dan mukminat:
1. Mengolok-olok orang lain
2. Mengejek diri kamu sendiri
3. Memanggil-manggil orang lain dengan gelar-gelar yang buruk.
Berikut ini penafsirat ayat 12 surat Al-Hujarat
                            •   •    
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Menurut Sayyid Quthub ayat ini menegakkan jalinan lain pada masyarakat yang utama lagi mulia, seputar kemulian individu, kehormatannya, dan kebebasannya sambil mendidik manusia dengan ungkapan yang menyentuh dan menabjubkan tentang cara membersihkan perasaan dan kalbunya.
          ...
Beliau berpendapat bahwa untaian surah yang dumulai dengan panggilan kesayangan Hai orang-orang yang beriman lalu menyruh mereka menjauhi banyak prasangaka, sehingga mereka tidak mebiarkan dirinya dirampas oleh setiap dugaan, kesamaran, dan keraguan yang dibisikkan oleh orang lain disekitarnya.ayat ini memberikan alasan bahwa sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa.
Karena m,enurut Beliau takkala lar5angan didasarkan atas banyak berprasangka, sedangkan aturannya menyebutkan itu merupakan dosa, maka pemberitahuan dengan ungkapan ini intinya agar manusia menjauhui buruk sangka apapun yang akan menjeruskannya ke dalam dosa, sebab ia tidak tahu sangkaannya yang amnakah yang menimbulkan dosa.
Hal yang serupa pula diungkapkan oleh Ahmad Al-Maraghi didalam Tafisrnya Al-Maraghi, Beliau lebih mengkhususkan kepada kaum muslimin , sedangkan Sayyid Quthub menggambarkan lebih umum.
Ahmad Maraghi bahkan menambahkan tentang alasan larangan berprasangka melalui untaian firman Allah didalam surat Al-Fath ayat 12 yang berbunyi :
...       
... dan kamu Telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa.

Menurut Hamka prasangka adalah tuduhan yang bukan-bukan, persangkaan yang tidak beralasan, hanya semata-mata tuhmat yang tidak pada tempatnya. Dengan prasangka tersebut dapat memutuskan tali silaturrahmi di antara kaum muslimin sehingga Allah SWt mengharamkan prasangka yang tidak beralasan. Hal ini sesuai pula yang di ungkapkan oleh Ibnu Katsir didalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir yang diringkas oleh Muhammad Nasib Ar-Rifa’i.
Menurut M. Quraish Shihab Kalimat hai orang-orang yang beriman jauhilah dengan upaya bersungguh-sungguh banyak dari dugaan yakni prasangka buruk terhadap manusia yang tidak memeliki indikator memadai, sesungguhnya sebagian dugaan yakni tidak memliki indikator itu dosa.
Lebih lanjut lagi penulis akan menukilkan penafsiran kata di atas untuk lebih memperjelas pemahamannya sebagai berikut :
kata اجتنبوا Ijtanibuu / Banyak terambil dari kata جنب Janb yang berarti ¬samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jankauan tangan.Dari sini kata tersebut dia rtika jauh. Sedangkan penambahan huruf ت / ta pada kata tersebut berfungsi penekanan yang menjadikan kata ijtanabu berrarti bersungguh-sungguh. Upaya sungguh-sungguh dalam menjaauhkan prasangka buruk. Sedangkan kata كثيرا katsiran / banyak bukan berarti kebanyakan, sebagaimana dipahami atau diterjemahkan sementara penerjemah.Tiga dari sepuluh adalah banyak, dan enam dari sepuluh adalah kebanyakan.

...     ...
M.Quraish Shihab melanjutkan penafsiran potongan ayat selanjutnya yaitu Kata تجسّسوا / tajassasu terambil dari kata جسّ / jassa. Yakni upaya ,encari tahu dengan cara sembunyi.Dari sini mata-mata dinamai جاسوس / Jaasus.
Upaya melakukan tajassus dapat menimbulkan meranggangan hubungan, karena pada prinsipnya ia dilarang.ini tentu saja bila tidak ada alasan yang untuk melakukannya. Selanjutnya perlu dicatat bahwa karena Tajasus merupakan kelanjutan dari dugaan, sedang dugaan ada yang dibenarkan dan ada yang tidak dibenarkan, maka tajasus pun demikian. Ia dapat dibenarkan dalam konteks pemeliharaan negara atau untuk menampik mudharat yang sifatnya umum.Karena itu mematai-matai musuh atau pelanggar hukum, bukanlah termasuk Tajassus yang dibenarkan. Adapun tajassus yang berkaitan dengan urusan pribadi seseorang dan hanya didorong untuk mengetahui keadaannya, maka ini sangat terlarang.
kata يغتب / yagrtabu menurut Beliau terambil dari kata غيبة / gribah yang berasal dari kata غيب / graib yakni tidak hadir.Gribah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir dihadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa walaupun keburukan yang diungkap oleh pengunjing tadi memang disandang oleh objek gribah, ia tetap terlarang.
Larangan mencari-cari kesalahan orang lain dan gribah juga menurut Sayyid quthub hukumnya haram. Menurut Beliau Pemberantasan ini sejalan dengan tujuan Al-Quran yang hendak membersihkan akhlak dan kalbu.Namun hal ini memeliki dampak yang lebih jauh dari pada persoalan tersebut, yaitu menjadi salah satu prinsip islam yang utama dalam sistem kemasyarakatan dan dalam penerapan serta aplikasi hukum.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibnu Katsir didalam kitabnya Ringkasan tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, bahwa mencari-cari kesalahan orang lain dan gribah tidak dibenarkan dalam islam.
Mengunjing menurut Hamka adalah membicarakan aib dan keburukan seseorang sedang dia tidak hadir, sedang dia berada di tempat lain. Bahkan menurut Beliau hal ini merupakan mata rantai dari kemunafikan. Orang asyik sekali membongkar rahasia kebusukan seseorang ketika orang itu tidak ada, tiba-tiba saja dia pun datang; maka pembicaraan pun berhenti dengan sendirinya, lalu bertukar sama sekali dengan memuji, dan menyanjung tinggi. Ini adalah perbuatan hina dan pengecut.
...        ...
Beliau melanjutkan penafsiran potongan ayat selanjutnya yaitu apakah suka seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Artinya bahwasanya membicarakan keburukan seseorang ketika dia tidka hadir, samalah artinya dengan memakan manusia yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk.Maka jijiklah kamu kepadanya. Dal hal ini sesuai pula dengan apa yang disebutkan oleh para mufassirin yang menjadi rujukan primer dalam penelitian ini didalam Tafsir mereka.
Maka bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah penerima taubat, lagi maha penyayang. Penafsiran ayat ini menurut mereka adalah jika selama ini perangai yang buruk ini ada pada dirimu, mulai sekarang segeralah hentikan dan bertaubatlah dari kesalahan yang hina itu disertai dengan penyesalan dan bertaubat.Allah senantiasa membuka pintu kasih sayang-Nya, membuka pintu selebar-lebarnya menerima kedatangan para hamba-Nya yang ingin menukar perbuatan yang salah dengan perbuatan yang baik, kelakuan yang durjana dengan kelakuan yang terpuji sebagai manusia yang budiman.
Selanjutnya peneliti akan menyebutkan penafsiran mereka terhadap ayat 13 untuk mempermudah peneliti dalam membahas dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
 ••           •      •    

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Allah mengabarkan kepada manusia behwa Dia telah menciptakan mereka dari satu jiwa dan telah menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Jiwa yang dimaksud adalah Adam.Dan Allah juga telah menciptakan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling kenal mengenal di antara satu dengan yang lainnya dan yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertaqwa.
 ••     ...
Ahmad Al-Maraghi menafsirkan potongan ayat 13 di atas sebagai berikut: Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari Adam Hawa.Maka kenapakah kamu saling mengolok-olok sesama kamu, sebagian kamu mengejek sebagian yang lain, padahal kalian bersaudara dalam nasab dan sangat mengherankan bila saling mencela sesama saudaramu atau saling mengejek atau panggil-memanggil dengan gelar yang jelek.
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal yaitu agar tercapai Ta’aruf “saling kenal” di antara mereka.
M.Quraish Shihab menafsirkan kalimat sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai berikut :
Adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama disisi Allah, tidak ada perbedaan di antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan satu suku dengan suku yang lain.Tidak perbedaan pada nilai kemanusiaa antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan ayat terakhir ini yakni sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah yang paling bertakwa .Karena itu berusahalan untuk meningkatkan ketaqwaan agar menjadi manusia yang termulia disisi Allah.

...   ...
Dan kami menjadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah supaya kamu kenal-mengenal,yakni saling kenal, bukan saling mengingkari.Sedangkan mengejek, mengolok-olok dan mengunjing menyebabkan terjadi nya saling mengingjari.
Kata الشعوب menurut Ahmad Maraghi didalam kitabnya Tafsir Al-Maraghi adalah jamak dari الشعاب yaitu suku besar yang bernasab kepada nenek moyang , seperti suku Rabi’ah dan Muhdar. Sedang kabilah adalah lebih kecil lagi, seperti kabilah bakar yang merupakan bagian dari Rabi’ah, kabilah Tamim yang merupakan bagian dari Muhdar.
Hal serupa juga ditafsirkan oleh Hamka, bahkan Beliau merincikan tentang proses pembentukan janin sebagaimana yang telah kita ketahui bersama yaitu sebagai berikut :
Maka tidaklah ada mausia didalam alam ini yang tercipta melainkan dari pencampuran antara laki-laki dan perempuan, persetubuhan yang menimbulkan berkumpulnya dua kumpulan mani ( Khama ) jadi satu, 40 hari lamanya yang dinamai dengan Nuthfah.Kemudian empat puluh lamanya menjadi darah, empat puluh hari lamanya menjadi ‘Alaqah.setelah tiga kali empat puluh hari mulai dari Nuthfah, ‘Alaqah dan Mudghrah, jadilah ia manusia yang ditiupkan nyawa kepadanya dan lahirlah ia kedunia.

Dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya saling kenal-mengenal. Yaitu bahwasanya anak yang mulanya setumpik mani yang berkumpul bersatu padu dalam satu keadaan belum nampak jelas warnanya tadi, kemudian jadilah ia berwarna menurut keadaan iklim buminya, hawa udaranya, letak tanahnya, peradaran musimnya sehingga timbullah berbagai warna wajahnya dan diri manusia dan berbagai pula bahasa yang mereka pakai terpisah di atas permukaan bumi dalam keluasannya , hidup mencari kesukaannya sehingga dia pun berpisah berpecah, dibawa untung masing-masing, berkelompok karena dibawa oleh dorongan dan panggilan hidup, mencari tanah yang sesuai dan cocok, sehingga lama-kelamaan hasillah apa yang dinamai bangsa-bangsa dan kelompok yang lebih besar dan rata, bangsa-bangsa tadi terpecah lagi menjadi suku-suku dalam ukuran lebih kecil dan terperinci.

... •    ...
Selanjutnya Hamka menafsirkan potongan ayat 13 yang artinya Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah yang paling bertakwa. Penjelasan penggalan ayat ini bagi manusia adalah bahwasanya kemulian sejati yang dianggap bernilai oleh Allah, yang lainnya tidak adalah kemulian hati, kemulian budi pekerti, kemulian perangai, dan ketaatan kepada ilahi.
Penafsiran yang senada juga diungkapkan oleh Sayyid Quthub didalam kitabnya, tetapi beliau berpendapat bahwa kemulian yang hakiki adalah kemulian yang datang dari Allah dan ia tidak menafsirkan kemulian itu dari hati.
... •   
Ujung ayat ini mereka, kalau diperhatikan dengan seksama maka nampaklah peringatan lebih dalam lagi bagi manusia yang silau matanya karena terpesona oleh urusan kebangsaan dan kesukuan, sehingga mereka lupa bahwa kedua-duanya bukanlah untuk dibanggakan dengan bangsa atau suku yang lain melainkan untuk saling kenal-mengenal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar