CORAK PEMAHAMAN FIQH DALAM MASYARAKAT
( Antara pemikiran dan doktrin )
Oleh : Tgk Alimuddin, M.Ag.
Tulisan ini akan memberikan gambaran tentang corak pemikiran masyarakat Dalam memahami Fiqh.Para Ulama sepakat bahwa, Fiqh adalah “Suatu ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ amaliah berhubungan dengan aktivitas orang mukallaf yang digali dari dalil-dalil yang terperinci dengan jalan ijtihad”.Para ulama berbeda-beda dalam memberi definisi Fiqh, bila dicermati semua definisi tersebut berkisar tentang :
- Fiqh merupakan bagian dari syara’
- Hukum yang dibahas mencakup hukum amali
- Objek hukum para mukallaf
Prosesnya melalui ijtihad sehingga kebenarannya rasional dan kondisional. ( Lihat M.Mukhlis Usman, Qaedah-qaedah fiqhiyyah dan Ashuliyah ).
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa pemikiran fiqh itu adalah hasil dari pemahaman para Mujtahid, hukum yang dikeluarkannya pun tidak terlepas dari bagaimana metode ijtihad yang digunakan, cara menganalisis sebuah dalil, kondisi perkembangan masyarakat disaat itu, kapasitas keilmuan yang dimiliki serta geigrafis sebuah wilayah.
Gambaran umum ijtihad 3 imam mazhab
1. Imam Hanafi
Imam Hanafi hidupnya didaerah Kuffah, sedangkan kuffah adalah sebuah daerah yang jauh dari Madinah dimana tempat yang pernah didiami oleh Rasul dan hadist yang berkembang dikuffah lebih sedikit bila dibandingkan dengan hadist yang berkembang di Madinah, sedangkan perkembangan di daerah itu jauh lebih menonjol dan permasalahan yang dihadapipun semakin komplit sehingga para ulamma didorang untuk mengeluarkan fatwa tentang hukum yang dibutuhkan oleh masyarakat, para ulama didaerah ini dalam mengistimbatkan sebuah hukum bila itu tidak terdapat dalam nash Al-Quran dan hadist maka lebih cendrung menganalisis dengan logika bahkan mereka lebih meninjilkan logika dari pada menggunakan hadist ahad sebagaimana yang telah dilakukan oleh Imam hanafi akhirnya beliau pun dikenal sebagai pemegang aliran Ahlul ra’yi, hal ini berbeda dengan imam malik.
2. Imam Malik
Imam Malik hidupnya di daerah Madinah, sedangkan Madinah adalah sebuah daerah yang dimana daerah tersebut pernah didiami oleh Rasul dan hadist pun banyak beredar , sedangkan perkembangan di daerah itu belum begitu dan permasalahan yang dihadapi pun belum komplit seperti dikuffah sehingga para ulama di daerah ini dalam mengistimbatkan hukum bila itu tidak terdapat dalam Nash Al-Quran maka akan menelusuri hadist walaupun dasar tersebuut bersumber dari hadist ahad sebagaimana yang telah dilakukan oleh Imam Malik, akhirnya Beliaupun dikenal sebagai pemegang pada aliran Ahlul Hadist.
3. Imam Syafi’i
Imam Syafi’I dilahirkan di Ghuzzah sebuah daerah pedesaan dipinggiran Iraq pada umur 2 tahun dibaw aoleh ibunya ke mekkah dan belajar ilmu Fiqh pada salah seorang guru besar yang bernama Ibrahim, kemudian kembali ke iraq dan pergi lagi ke mekkah kemudian melanjutkan perjalanannya ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik kemudiankembali lagi ke iraq untuk mengembangkan ilmunya, sebagai perjalanan terakhirnya Beliau pergi ke Madinah dismaping belajar juga mengembangkan ilmunya di emsir, kalau kita lihat dari perjalanan intelektualnya beliau pernah hidup didaerah berkembang aliran ahli ra’yu dan ahli hadist sehingga hal ini juga sangat berpengaruhke dalam metode ijtihadnya, disamping mendahulukan hadist juga menggunakan rasio, pemikiran Beliau lebih moderat dan juga mempunyai penganut yang lebih banyak.
Fenomena social
Fatwa yang dikeluarkan oleh masing-masing mujtahid ada yang sama, juga ada yang berbeda, sesuai dengan metode ijtihad yang digunakan serta sudut pandang penilaian sebuah nash.Masing-masing imam saling mengakui dan menghormati keputusan orang lain.Sebuah kasus tetang Qunud subuh; seorang murid imam syafi’I melakukan shalat subuh dimadinah tempat berkembangnya mazhabb imam Malik, ketika murid imam syafi’I dipersilahkan menjadi imam shalatshubuh lantas beliau tidak qunud, akhirnya para jamaah mempertanyakannya; wahai imam, anda orang yang mengatakan qunut itu sunatab’ad tapi kenapa imam tidak qunut, beliau menjawab;saya menghormati yang dibelakang ( jamaah ), juga kejadian sebaliknya ketika murid imam Hanafi ke bagdad tempat berkembangnya mazhab imam Syafi’I , ketika beliau persilahkan imam pada shalat subuh, beliau memnggunakan qunut, selesai shalat jamaah beliau ditanyakan; kenapa imam menggunakan qunut, padahal imam berpendapat bahwa qunut itu bukan ab’ad, beliau mejawabsaya menghormati yang dibelakang ( jamaah ), Begitulah fenomena yang terjadi pada masa imam mujtahid.para imam mujtahid tidak pernah satupun diantara mereka yang mewajibkan seseorang mengikuti mazahab mereka , hal ini dibuktikan oleh pendapat mereka masing-masing sebagai berikut :
a. Imam Hanafi
Kalau hdist itu betul, itulah mazhabku.Seorang pun tidak boleh berpegang dengan pendapatku sebelum ia tahu dari mana aku mengambil dalilnya.Apapbila aku berkata sesuatu yang bertentangan dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah maka tinggalkanlah perkataanku.
b. Imam Malik
Aku ini hanyalah seorang manusia, mungkin benar dan mungkin salah, maka telitilah pendapatku, kalau sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul, maka ambillah dan jika tidak sesuai tinggalkanlah.
c. Imam Syafi’i
Tidak seorangpun diantara ulama yang tidak berpegang pada sunnah rasulullah, MAka apapun yang saya katakana , usul fiqh bagaimana saya susun, bila mana bertentangan dengan Hadist rasul maka yang betul adalah sunnah Rasul dan itulah yang sebenarnya yang ingin aku katakana.
d. Imam Hanbali
Janganlah engkau bertaqlid kepadaku, jangan pula kepada imam malik atau imam syafi’I atau imam Al-Awza’I atapun atas al-Thawri.Ambillah hukum dari tempat mereka mengambilnya karena sesungguhnya yang menjadi hujjah adalah kitab Allah dan Sunnah Rasul.( Lihat : Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqarran )
Kefanatikan Mazhab dikalangan umat saat ini telah membuat perpecahan dalam masyarakat yang lebih mengklaim bahwa praktek merekalah yang lebih benar dan terpercaya, sedangkan praktek yang berbeda dianggap tidak sesuai dengan syariat, yang lebih disayangkan lagi diantara kita ada yang saling tuding-menuding;kami ahli sunnah sedangkan yang lain bukan ahli sunnah,sedangkan kelompok yang ;lain juga menhyatakan yang sama untuk mempertahankan diri, kalau kiota lihat semuanya benar, yang keliru adalah sudut pandang, pemahaman yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu dan refernsi kita masing-masing.
Akibat dari kekakuan kita serta menutup diri untuk mengkaji berbagai referensi lain, dengan masing-masing alasan tersendiri sehingga hakikat dari pengertian fiqh juga bergeser.Sebernya fiqh itu sebuajh pemahaman hukum yang dihasilkan mujtahid berubah menjadi sebuah doktrin ideology, dimana masyarakat harus mempercayai serta meyakini begitulah sebuah hukum yang ditetapkan oleh syariat dan tidak boleh berubah, bila hukum-hukum baru yang muncul saat ini sedangkan hukum tersebuut tidak terdapat landasan teoritis dalam teks-teks kitab terdahulu yang telah mereka pelajari maka hukum tersebut diragukan bahkan ditantang sekalipun, padahal dalam system penerapan syariat islam ada dimensi ‘ubudiyah. Imaniah juga berdasarkan hukmah dan tujuan ( Maqashid Syar’iyyah ), sebagai contoh tentang pemberlakuan zakat profesi, dokter, kontraktor, sawit dan jenis lainnya yang mempunyai potensial ekonomi ( Produktif ).
Sebagai saran dari penulis kepada kita semua agar rela membuka diri untuk membaca berbagai refernsi yang ada agar kita dapat menemukan maksud dan tujuan npenerapan syariat secara kaffah, janganlah kita mempesempit syariat itu sendiri.Ibnu khaldun menyatakan Al-Islam mahjubun bil muslim ( Islam itu dihalang-halangi oleh orang muslim itu sendiri ).( Lihat : Ibnu Khaldun, Lima taakhkhara muslimun wa taqaddama ghairuhu ), Wallahu’a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar