IKHTILATH
MENURUT TINJAUAN HUKUM ISLAM
A. MUQADDIMAH.
Islam suatu Agama yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga segala jenis system dan pola kehidupan yang bisa menjatuhkan martabat kemanusiaan, sangat dicela dan ditentang secara tegas.
Akibat derasnya masuk budaya luar secara mengglobal yang nampak nya terus menggerogoti budaya yang dibentuk oleh Ajaran Islam, telah menyebabkan perilaku kehidupan laki-laki dan perempuan terus bergeser menjauhi sistim masyarakat Islam. Oleh karena itu lahirlah kehidupan laki-laki perempuan tanpa batas, lahir pula gerakan Emansipasi wanita dan gerakan gender yang sangat getol memperjuangkan hak agar hak kaum wanita disamakan persis sama dengan hak laki-laki.
Dengan demikian, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama memperjuangkan untuk memperoleh pekerjaan yang layak, sama-sama dapat kesempatan memperoleh pendidikan dan berbagai jabatan baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena pergaulan antara laki-laki dan perempuan demikian luas dan bebasnya, baik terjadi di kantor-kantor, di Perusahaan-perusahaan, di Pabrik-pabrik maupun tempat-tempat pertemuan lainya, dengan alasan; mareka dipekerjakan berdasarkan keahliannya menurut bidang masing-masing, tanpa harus membedakan laki-laki atau perempuan. Kejadian seperti ini terus terjadi diberbagai Negara termasuk Indonesia dalam berbagai kegiatan dan kehidupan masyarakat sehingga memungkinkan terjadinya perbuatan yang bertentangan dengan syari’at Islam seperti Khalwat dan Ikhtilath.
Dua bentuk pelanggaran tersebut, kami hanya membatasi diri untuk membahas yang berhubungan dengan istilah Ikhtilath saja.
B. PENGERTIAN IKHTILATH
Ikhthilath adalah campur baur antara sejumlah laki-laki dengan Perempuan yang bukan mahram pada suatu tempat dan waktu tertentu untuk mereka berinteraksi secara langsung, baik melalui pandangan mata, isyarat , percakapan maupun dalam bentuk lainnya.
Secara kongkrit dapat dijelaskan bahwa Ikhilath itu adalah sekelompok orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan berkumpul bersama pada suatu tempat dan pada suatu waktu untuk suatu tujuan tertentu pula. Mareka boleh jadi sekelompok orang yang bekerja di Pabrik, di Kantor dan di Pasar atau sekelompok orang yang berada diatas Pesawat, Kereta Api atau Bus.
Dengan demikian jelaslah kepada kita bahwa berkumpulnya sekelompok orang laki-laki dengan perempuan, tidak ada jaminan tidak akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan Syari’at Islam, karena akan di picu oleh tiga hal tersebut diatas yaitu percakapan, isyarat maupun pandangan mata.
Islam menghendaki agar pergaulan antara laki-laki dan perempuan tidak bercampur baur dan tidak bersandingan ,baik sedang bekerja, bepergian, sedang belajar dan sebagainya, kalaupun terjadi,itupun hanya dalam kondisi yang sangat terpaksa. Sebaiknya ada pemisah antara kelompok laki-laki dan perempuan agar terhindar dari saling memandang, saling isyarat atau saling ngobrol.
C. LANDASAN SYAR’I ( Nash )
Islam tidak menetapkan hukum secara umum mengenai masalah ini.Islam justru memperhatikannya dengan melihat tujuan atau kemaslahatannya yang hendak diwujudkan atau bahaya yang dikhawatirkannya, gambarannya, syarat-syaratnya yang harus dipenuhinya.
Sebaik-baik petunjuk dalam masalah ini ialah petunjuk nabi Muhammad SAW, petunjuk khalifah-khalifahnya yang lurus, dan sahabat-sahabatnya.
Orang yang memperhatikan petunjuk ini, niscaya ia akan tahu bahwa kaum wanita tidak pernah dipenjara atau diisolasi seperti yang terjadi pada zaman kemunduran umat islam.
Pada zaman Rasulullah SAW, kaum wanita biasa menghadiri salat berjamaah dan salat jumat, Beliau menganjurkan wanita untuk mengambil shaf yang paling belakang sesudah shaf laki-laki, Bahkan shaf yang paling utama bagi mereka adalah shaf yang belakang, karena dengan paling belakang mereka lebih terpelihara dari kemungkinan melihat aurat laki-laki.Perlu diketahui bahwa pada zaman Rasulullah kebanyakan kaum laki-laki belum mengenal celana.
Dan jarak tempat salat antara laki-laki dengan perempuan tidak dibatasi dengan tabir, baik yang berupa dinding, kayu, kain maupun yang lainnya.Pada mulanya kaum laki-laki dan perempuan masuk kemesjid lewat pintu mana saja yang mereka sukai, karena pada suatu saat mereka berdesakan , baik ketika masuk maupun keluar, maka nabi bersabda :
“لو انكم جعلتم هدْا ااْباب للنساء ”( Alangkah baiknya kalau kamu jadikan pintu ini untuk kaum wanita ).Dari sinilah mula-mula diberlakukan pintu khusus untuk wanita dan sampai sekarang pintu itu dukenal dengan istilah “Pintu wanita”
Kaum wanita pada zaman Nabi juga biasa menghadiri salat jumat, sehingga salah seorang diantaramereka ada yang hafal surat “Qaf”.Hal ini karena seringnya mereka mendengar dari lisan nabi SAW ketika berkhutbah jumat.
Kaum wanita juga biasa menghadiri salat ‘Iain ( dua hari raya) .Kereka juga biasa menghadiri hari hari raya islam besar ini bersama orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan ditanah lapang dengan bertahlil dan bertakbir.
Imam muslim meriwayatkan dari Ummu Athiyah, ia berkata :
كنا نؤمر بالخروج فى العيدين والمخبأة والبكر
Artinya : “Kami diperintahkan keluar ( untuk salat dan mendengarkan khutbah ) pada dua hari raya, demikian pula wanita-wanita pingitan dan para gadis”
Dan Menurut satu riwayat Ummu Atihiyyah berkata :
“Rasulullah SAW, memerintahkan kami mengajak keluar kaum wanita pada hari raya fitri dan adha, yaitu wanitapwanita muda, yang sedang haid,dan gadis pingitan.adappun wanita yang sedang haid,, mereka tidak mengerjakan salat melainkan mendengarkan nasehat dan dakwah bagi umat islam ( khutbah dan sebagainya ), Aku ( Ummu Athiyyah ) bertanya ; Ya Rasulullah, salah seorang di antara kamitidak mempunyai jilbab, Beliau menjawab, hendaklan temannya meminjamkan jilbab yang dimilkinya. ( Shahih Muslim, Kitab shalutul ‘Idain,No.823 )
Ini adalah sunnah yang telah dimatikan umat islam disemua Negara islam, kecuali yang belakangan digerakkan oleh pemuda-pemuda Shahwah islamiyyah ( kebangkitan islam).Mereka menghidupakn sebagian sunnah-sunnah nabi SAW yang telah dimatikan orang, seperti sunnah ‘I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan dan sunnah kehadiran kaum wanita pada salat ‘Id.
Kaum wanita juga menghadiri pengajian-pengajian untuk mendapatkan ilmu bersama kaum laki-laki disisi nabi SAW, mereka biasa menanyakan beberapa persoalan agama yang umumnya malu ditanyakan oleh kaum wanita.A’isyah ra. Pernah memuji wanita-wanita anshar yang tidak dihalangi oleh rasa malu untuk memahami agamanya, seperti menanyakan masalah jinabat, mimpi mengelurkan sperma, mandi junub, haid, isthihadhah, dan sebagainya.
Tidak hanya sampai disitu hasrat mereka untukmenyaingi kaum laki-laki dalam menimba ilmu dari Rasulullah, mareka juga meminta kepada Rasulullah agar menyediakan hari tertentu untuk mereka, tanpa diserta kaum lelaki.Hal ini mereka nyatgakan terus terang kepada rasulullah SAW, “wahai rasulullah, kami dikalahkan oleh kaum laki-laki untuk bertemu denganmu, karena itu sediakanlah untuk kami hari tertentu untuk bertemu denganmu”, lalu rasulullah menyediakan untuk mereka hari tertentu guna bertemu dengan mereka, mengajar mereka dan menyampaikan perintah-perintah kepada mereka. ( HR. Bukhari dalam shahihnya, kitab Al-‘Ilmi )
Lebih dari itu, kaum wanita juga turut berperang bersama rasulullah sesuai dengan kemampuan mereka dan apa yang baikmereka kerjakan, seperti merawat yang sakit, disamping memberikan pelayanan-pelayanan yang lain seperti memasak dan menyediakan minum.
Diriwayat dari Ummu Athiyah, ia berkata :
“Saya turut berperang bersama Rasulullah SAW,sebanyak tujuh kali, saya tinggal ditenda-tenda mereka, membuat mereka makanan, mengobati yang terluka dan merawat yang sakit”( Hadist Riwayat Muslim, No. 1812 )
“Dari Anas, bahwa A’isyah dan ummu Athiyah pada waktu perang uhud sangat cekatan membawa Qirbah (Tempat air ) dipunggungnya kemudian menuangkannya kemulut orang-orang, lalu mengisinya kembali.( HR. Muslim No. 1811 )
‘Aisyah ra.yang waktu itu baru berusia belasan tahun, menepis anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa keikutsertaan kaum wnaita dalam peperangan itu terbatas bagi mereka yang telah lanjut usia.Anggapan ini tidak dapat diterima , dan apa yang dapat diperbuat oleh wanita-wanita yang telah lanjut usia dalam situasi dan kondisi yangdituntut kemampuan fisik dan psikis sekaligus.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa enam orang wanita mukmin turut serta dengan pasukan yang mengepung khaibar.Mereka memungut anak panah , mengadoni tepung, mengobati yang sakit, mengepang rambut, turut berprang dijalan Allah dan Nabi member bahagian mereka dari rampasan perang.
Bahkan terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa sebahagian istri para sahabat ada yang turut serta dalam peperangan islam dengan memanggul senjata, ketika ada kesempatan bagi mereka.Sudah dikenal sebagamana yang dilakukan ummu ammarah Nusaibah binti Ka’ab dalam perang uhud, sehingga nabi Muhammad SAW bersabda mengenai dia, :Sungguh kedudukannya lebih baik dari pada sifulan dan si fulan”
Dalam kehidupan bermasyarakat kaum wanita juga turut serta berdakwah; menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar, sebagaimana firman Allah, yang artinya :
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman,laki-laki dan perempuan sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh ( mengerjakan ) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar” ( At-Taubah ayat 71 )
Di antara peristiwa yang terkenal adalah kisah salah seorang wanita muslimah pada zaman khalifah umar bin khatab yang berdebat dengan Beliau disebuah mesjid.Wanita tersebut menyanggah pendapat umar mengenai masalah mahar, kemuadian umar secara terang-terangan membenarkan pendapatnya, seraya berkata : “Benar wanita itu dan umar keliru”.Kisah ini disebutkan oleh Ibnu katsir dalam menafsirkan surat an-nisa’, dan Beliau berkata ; Isnannya bagus,” Pada masa pemerintahannya,, umar juga telah mengangkat Asy-syifa binti Abdullah Al-Adawiyah sebagai pengawas pasar.
Siapa saja yang mau merenungkan Al-Quran dan hadist tentang wanita dalam berbagai masa dan pada zaman kehidupan para Rasul dan Nabi, niscaya ia tidak akan perlu mengadakan tabir pembatas yang dipasang oleh sebagian orang antara laki-laki dengan perempuan.
Kita dapati--- Nabi musa as. Ketika berbicara dengan dua orang putrid nabi Syu’ib ( Al-Qashas : 23-26 ), Percakapan antara Nabi Sulaiman dengan ratu Balqis ( An-Namlu : 42-44 ), Kita tidak boleh mengatakan “bahwa syariat ( dalam kisah di atas) adalah syariat yang hanya berlaku pada zaman sebelum kita sehingga kita tidak perlu mengikutinya”.Bagaimanapun kisah-kisah di atas dapay dijadikan petunjuk, peringatan dan pelajaran bagi orang yang berpikir dengan sehat ( tidak disertai hawa nafsu ), karena itu, perkataan yang baik mengenai masalah ini ialah “bahwa syariat orang sebelum kita yang tercamtum didalam Al-Quran dan as-sunnah adalah menjadi syariat bagi kita, selama syariat kita tidak menghapusnya”.Firman Allah ;
Artinya : “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oelh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka”( Al-An’am : 90 )
Sesungguhnya menahan wanita dalam rumah dan membiarkannya terkurung didalamnya dan tidak memperbolehkannya keluar dari rumah oleh Al-Quran – pada salah satu tahap diantara tahapan-tahapan pembentukan hukum sebelum turunnya nash yang menetapkan bentuk hukuman bagi pezina sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, mengenai masalah ini, Allah SWt berfirman yang artinya :
“Dan ( terhadap ) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu ( menyaksikannya).LKemudian setelah mereka memberikan persaksian, maka kurunglah mereka dalam rumah sampai mereka menemui ajal, atau sampai Allah memberikan jalan lain bagi mereka”. ( an-Nisa’ : 15 )
Setelah itu Allah memberikan jalan kepada mereka ketika Dia mensyariatkan hokum had.sebagimana yang disebutkan didalam sunnah.
Jadi, bagaimana mungkin logika Al-Quran dan islam akan menganggap sebagai tindakan lurus dan tepat jika wanita muslimah yang baik-baik, taat dan sopan itu harus dikurung dalam rumah selamanya.?Jika kita melakukan hal itu, kita seakan-akan menjatuhkan hukuman kepada mereka selama-lamanya, pada hal mereka tidak berbuat dosa.
1. Al Qur an surat annur ayat 30-31 :
Artinya : 30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
2. Al Qur an Surat al ahzab ayat : 53
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.
3. Surat Al-Isra’ ayat 32 :
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
4. Hadits Riwayat Hakim :
النظرة مسموم من سهام أبليس لعنة الله فمن تركها خوفا من الله أتاه عز وجل ايمانا يجد حلاوته
فى قلبه ( رواه الحاكم )
Artinya : Pandangan itu salah satu anak panas Iblis yang berbisa. Barang Siapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah Azza wa jalla memberi manisnya Iman didalam hatinya.
5. Hadits Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Turmuzi :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يا على ! لا تتبع النظرة النظرة فانما لك الاولى وليست لك الاخرة
) رواه احمد و ابو داود و الترمذى )
Artinya : Rasulullah bersabda : Hai Ali ! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya, kamu hanya boleh pada pandangan pertama, sedang pandangan berikutnya tidak dibolehkan.
6. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
عن ابى هريرة رضى الله عنه عن النبى صلى عليه وسلم قال : العينان زناهما النظر والاذن زناهما
الاستماع والسان زناه الكلام واليد زناها البطش والرجل زناها الخطى والقلب يهوى ويتمنى ويصدق ذلك الفرج أو يكذبه ( رواه البخارى و مسلم )
Artinya : Dari Abu Hurairah Ra , dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: Dua mata itu zinanya adalah memandang ( barang yang haram ).Sedangkan dua telinga, zinanya adalah mendengarkan( sesuatu yang haram).Adapun lidah ( lisan ) zinanya adalah berbicara ( hal yang tak diperbolehkan), kemudian tangan zinznya adalah memukul dan kaki zinanya adalah melangkah (keperbuatan yang terlarang).Adapun hati merasa senang dan mengharapkan ( terjadi apa yang terlarang) sedangkan Farji akan mem benarkan (ke inginan hati sehingga berbuat yang terlarang) atau mendustakannya (sehingga ) ia tidak berbuat yang terlarang.
D. HUKUM IKHTILATH.
Dalil-dalil yang tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa Islam menghendaki agar pergaulan antara laki-laki dengan perempuan yang ajnabi tidak dalam keadaan bercampur baur ( ikhtilath ) untuk menghindari fitnah.
Maka Nabi SAW, memperingatkan kita ( kaum laki-laki ) tentang fitnah yang ditimbulkan kerena pergaulan tanpa batas dengan kaum wanita; sehingga nabi membuat pintu masuk ke mesjid yang dikhususkan untuk perempuan, bahkan Nabi sendiri mengatur shaf-shaf shalat kaum wanita di belakang laki-laki demi terpelihahara dari fitnah. Pengaturan seperti itu barangkali sebagai Suatu usaha preventif agar laki-laki dan perempuan tidak saling bercampur baur dan menimbulkan hal-hal yang dilarang oleh syariat. Dengan demikian, maka hukum Ikhtilath ( bercampur baur antara laki-laki dengan perempuan yang ajnabi tanpa batas syar’I ) adalah HARAM.
E. K E S I M P U L A N.
1. Perbuatan yang ditimbulkan oleh bercampurbaur antara laki-laki dengan perempuan yang ajnabi pada suatu tempat dan pada waktu tertentu, baik pada waktu bekerja, belajar, menghadiri rapat-rapat umum , menghadidiri acara-acara resmi maupun dalam bentuk lainnya, semuanya itu dapat memungkinkan terjadinya hal-hal yang bertentangan dengan Syariat Islam.
2. Segala perbuatan yang membuka lebar perbuatan yang negatif ( maksiat ) antara laki-laki dengan perempuan perlu dicegah dan dilarang secara tegas.
3. Dengan demikian, perbuatan campur baur ( Ikhtilath ) antara laki-laki dengan perempuan yang ajnabi, yang dapat menyebabkan terjadinya perbuatan yang bertentangan dengan Syari’at Islam, hukumnya adalah HARAM.
4. Hukum ikhtilat akan berubah menjadi boleh apabila ada kemudharatan atau hajat yang dibenarkan syar’i sebagai rukhsah, adapun hajat atau kemudharatannya yaitu :
a. Menahan pandangan dari kedua belah pihak yaitu tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak berlama-lama memandang tanpa ada keperluan yang dibenarkan syara’.( seperti melamar,muamalah,dll )
b. Kedua belah pihak harus mengenakan pakaian yang sopan dan menutup aurat artinya tidak berpakaian ketat atau tipis.
c. Mematuhi adab-adab wanita Muslimah dalam segala hal baik dalam berbicara, ketika berjalan tidak memancing perhatian dan ketika berjalan tidak berjingkrak dan melenggang lenggok yang dapat menggoda hati laki-laki.
d. Menjauhkan diri dari bau-bauan yang merangsang dan perhiasan yang menyolok dalam pertemuan-pertemuan dengan laki-laki.
e. Pertemuan – pertemuan dimaksud hanya sebatas untuk berbuat ma’ruf dan nahi mungkar serta hal-hal yang mambawaki kepada kemuslihatan kaum muslimin kaum muslimin.
5. Berdasarkan kesimpulann diatas, maka Majelis Permusyawaratan Ulama ( MPU ) Kota Lhokseumawe meminta kepada wali kota Lhokseumawe untuk dapat mengambil langkah-langkah menertibkan dan mengarahkan bawahannya terutama karyawannya di Dinas-Dinas dan Jawatan serta masyarakat umumnya melalui sosialisasi dalam berbagai kesempatan dengan harapan penerapan Syari’at Islam dalam Wilayah Kota Lhokseumawe akan terlaksana dengan baik. Insya Allah. Dengan usaha kita bersama.
Demikianlah beberapa pokok Kajian dari Majelis Permusyawaratan Ulama ( MPU ) Lhokeumawe , untuk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi Pemerintahan Kota Lhokseumawe dalam menerapkan syariat islam sebagai upaya dalam mengaktualisasikan nilai-nilai syariat Islam di kota Lhokseumawe.
= BP =
14 - 04 - 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar